Minggu, 05 Desember 2010

Jomblo 22 tahun

Pada pagi menjelang siang, saat jam istirahat sekolah. Ada siswa ku yang mendatangi ruangan seraya bermuka masam. Ia tampak murung dan sepertinya butuh pundak untuk menjadi sandaran hatinya yang sudah lelah makan hati. Baru mulai berbincang dengannya tiba-tiba ia menangis. Ternyata ia baru putus dari sang kekasih *heuh, lebay ah Dek, pakek nangis-nangis segala* .
Saat itu juga aku bersedia meminjamkan telingaku dan berusaha menjadi pendengar terbaiknya. Kukuras otakku agar dapat bersama memecahkan masalahnya ini. Minimal menghilangkan rasa cemas pada dirinya.
Bel masuk pun berbunyi. Aku lihat dirinya sudah agak stabil dan bisa tersenyum. Aku bahagia bisa melihat senyumnya. Teringat saat awal memasuki ruanganku dia sangat murung sekali. Sebelom konseling berakhir dia pun berkomentar
“Bu, berarti aku jomblo dunk yah “
“ Yah..gpp dunk, malah lebih enak. Bisa merasakan kebebasan tanpa ikatan aneh itu “
“ga enak lah Bu, masa temen-temenku pacaran aku ga. Lagi pula yah Bu aku mah jomblo biasanya paling lama 2 hari, lah ini udah 1 minggu “ *dia tampak bersedih kembali
“jiyaahh, mending dunk Cuma 1 minggu. Ibu donk, 22 tahun ngejomblo. Biasa ajah tuh “
“hah, masa Bu ….. “
Huff…begitulah remaja. Hidup mereka penuh kelabilan. Andai tak punya iman yang kokoh, terjerumus pada hal-hal yang negative pun kemungkinan besar akan terjadi.
Dan yang perlu diluruskan dari pikiran mereka adalah bagaimana cara bergaul yang sehat dengan semua teman, termasuk teman lawan jenis. Dan ini yang paling sulit, karena sepertinya sudah mengkarakter pada kehidupan remaja saat ini. Rasanya semua jurus dan trik menurut para ahli dan menurut agama udah aku paparkan. Tapi masih ajah banyak anak yang belom mau terima. Aku masih harus banyak belajar untuk ini. Menyentuh hatinya dan mendoakannya pun sebagai jalan aku untuk masuk ke logika mereka. Tetap memasuki dunia mereka dengan cara yang ahsan, karena “Barang siapa memerintah kebaika, maka hendaklah ia memerintah dengan baik pula” [Atsar Sahabat ra, dikutip dari jum’ah amin abdul aziz, 1997:188]

Tidak ada komentar: